Masyarakat Kampung Bena hidup dalam tatanan adat yang sangat kuat, di mana tradisi dan kepercayaan leluhur masih menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Adat istiadat yang dijalankan tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai spiritual, sosial, dan kultural yang diwariskan turun-temurun.
Beberapa adat istiadat yang paling menonjol di Kampung Bena antara lain: pertama, Upacara Reba. Upacara Reba adalah ritual adat terbesar dan paling sakral bagi masyarakat suku Ngada, termasuk di Kampung Bena. Reba biasanya dilaksanakan setiap awal tahun (bulan Desember atau Januari), sebagai bentuk syukur kepada leluhur atas hasil panen dan kehidupan yang diberikan selama setahun terakhir. Selama Reba, masyarakat akan berkumpul di rumah adat dan melaksanakan serangkaian prosesi, termasuk: Pembacaan cerita leluhur (dodo) dalam bahasa adat. Penyembelihan hewan kurban, seperti babi atau kerbau, sebagai persembahan kepada para leluhur.Tari-tarian dan nyanyian adat, diiringi gong dan gendang, sebagai simbol kegembiraan dan penghormatan terhadap roh-roh nenek moyang. Reba bukan sekadar pesta adat, tetapi juga momen pemersatu antar anggota suku dan generasi muda, agar tetap mengenal akar budaya mereka.
Kedua, Upacara Pembangunan Rumah Adat (Sa’o). Pembangunan rumah adat di Kampung Bena tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada serangkaian ritual adat yang harus dilalui, mulai dari pemilihan kayu, peletakan batu pertama, hingga penyelesaian atap. Dalam setiap tahap, akan dilakukan doa-doa adat dan persembahan untuk memohon restu leluhur, agar rumah yang dibangun diberkati dan terhindar dari mara bahaya.
Ketiga, Ritual Penguburan dan Pemujaan Leluhur. Masyarakat Bena memiliki kepercayaan kuat terhadap roh leluhur. Oleh karena itu, makam batu (dolmen) yang terletak di sekitar rumah menjadi tempat suci. Setelah seseorang meninggal, jenazah biasanya dimakamkan dekat rumah keluarganya dengan upacara adat. Ritual ini bertujuan untuk “mengantar” arwah ke alam leluhur, serta memastikan agar roh tersebut tetap melindungi keluarga yang ditinggalkan.
Keempat, Tenun Ikat sebagai Warisan Budaya. Tenun ikat di Kampung Bena bukan sekadar kerajinan tangan, melainkan bagian dari identitas adat. Motif tenun memiliki makna simbolik, sering kali mencerminkan status sosial, marga, atau peristiwa penting dalam sejarah suku. Tenun juga dipakai dalam berbagai upacara adat, baik pernikahan, kematian, maupun pesta panen.
Adat istiadat yang masih hidup dan dilestarikan di Kampung Bena menunjukkan bagaimana masyarakatnya tetap menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Bagi para pengunjung, ini adalah pengalaman berharga untuk menyaksikan langsung kehidupan masyarakat adat yang harmonis dengan alam dan warisan leluhur
0 comments:
Post a Comment